Sabtu, 02 April 2011

PEDULI ITU MASIH ADA

Penulis : Gie Antara

Terminal BLOK M tersengat panas ditengah hari, namun bus yang kutunggu belum juga tiba, sementara calon penumpang lain sudah banyak berdatangan untuk menunggu bus yang sama. Beginilah hidup dijakarta, semuanya gelisah menunggu kedatangan bus , ada yang mengumpat, ada yang menggerutu, ada juga yang bersabar seperti saya..

Waktu demi waktu bergulir, sudah bisa dibayangkan jika bus datang maka praktis tempat duduk akan terisi semua, saya tidak akan menggugat jika saya tidak kebagian tempat duduk hanya karena saya adalah orang yang paling pertama menunggu, biar Tuhan yang membalas…

Tuhan baik sekali, akhirnya bus hampir tiba dihadapan saya, kali ini saya beruntung mendapatkan tempat duduk, dan terlihat klimaks keegoisan orang-orang disini dengan melakukan segala cara untuk mendapatkan tempat duduk, saling dorong, saling sikut, dan sebagainya..

Ternyata ibu separuh baya harus berdiri, dan saya lihat tak ada yang bersedia menggantikan posisinya dengan berbagai macam cara, ada yang pura-pura tidur, baca koran, dan ada yang asyik BBM-an. Seketika saya terbayang jika ibu separuh baya itu adalah ibu saya, seseorang yang tidak pernah membiarkan saya berdiri saat naik bus disaat kecil dulu, seseorang yang selalu menggendong saya meskipun dia tengah berdiri dalam himpitan sesaknya penghuni bus, dan… banyak sekali pengorbanan seorang ibu, dan puas rasanya memandang seorang ibu itu menghela nafas leganya saat duduk, dan biarkan saya yang masih muda perkasa ini berdiri.

Seorang pengamen dengan jaket kulit dan kaca mata hitam masuk dan membawakan sebuah lagu, suaranya lumayan merdu, namun tidak membuat para penumpang rela mengeluarkan recehannya, sampai akhirnya pengamen itu turun dengan sejuta kecewanya. Tak lama kembali seorang pengamen yang lain masuk untuk mencoba menghibur lewat lagu, dengan sebatang rokok terselip ditelinga dan batu cincin tersemat dijari ia menyanyikan sebuah lagu barat, tapi lagi-lagi pengamen ini harus turun dengan tangan hampa.

Separah inikah kemurahan hati para penumpang bus ini?? Semoga saja tidak dengan alas an tersendiri, pengamen berikutnya adalah seorang anak kecil, mungkin berusia sekitar 6 atau 7 tahun, dengan langkah gontai menaiki bus tanpa perlengkapan musik apapun, hanya kedua telapak tangannya yang bermain saling bertepuk, tanpa nyanyian… seketika pak kondektur mencoba mengkritik pengamen anak kecil tersebut, “ mana nyanyinya?? Masa Cuma tepuk tangan aja, yang lagunya bagus aja ga dapat duit apa lagi klo Cuma tepuk tangan” begitulah kritik pak kondektur bus kepada anak kecil itu, tiba-tiba anak kecil itu bersuara “ aauu, !!zzxx!! “ ya, ternyata anak kecil itu bisu, sambil menahan malu, dia tetap menepuk kedua telapak tangannya dan tak bersuara lagi…

Seleruh penumpang tergerak hatinya dengan persepsi masing-masing diotaknya, anak kecil itu jelas tak mengharap balas kasihan atas kebisuannya, karena jika saja pak kondektur tidak menyuruhnya bernyanyi, maka seluruh penumpang tak akan tahu ihwal kebisuanya, inilah yang membuat rasa peduli mengalir berupa sumbangan yang bukan hanya sekedar recehan semata, tapi juga simpati dan doa.

Terjawab sudah, ada saat-saat dimana kita harus berpikir beda, dan ada saat-saat kita berpikir sama, yang terpenting peduli itu masih ada.

Artikel yang berkaitan



0 komentar:

Posting Komentar