Senin, 18 April 2011

Salah siapa jika tukang cukur rambutnya gondrong??

Follow gieantara31 on Twitter



Penulis : Gie Antara

Ternyata tukang cukur juga memiliki perspektif terhadap perkembangan bangsa ini. Ada baiknya jika suatu waktu anggota DPR mengadakan RDPU ( Rapat dengar pandapat umum ) dengan rakyat kecil seperti tukang cukur, tukang bakso, dan tukang-tukang yang lain. Dijamin tak akan ada retorika maupun bualan kosong, apalagi air mata buaya seperti yang dilakukan Nurdin Halid saat anggota DPR Komisi X mengadakan RDPU dengan PSSI.

“ Mau dipotong model apa mas?” tanya seorang tukang cukur pada saya. “Apa saja pak, yang penting pendek”. Jawab saya. Mulailah si tukang cukur mempersiapkan senjata-senjatanya. “Saya juga suka potongan rambut pendek mas, tidak gerah”. Gumam si tukang cukur membuka obrolan. . “Loh tapi kenapa rambut bapak gondrong?”. “Itulah mas, kalo saja saya bisa mencukur rambut saya sendiri pasti rambut saya akan pendek terus”. Jawabnya. “Sekarang boro-boro mikirin buat cukur rambut mas, buat makan saja sulit, harga-harga kebutuhan pokok sudah pada naik, sewa rumah juga naik, belum lagi buat biaya sekolah ke empat anak saya, biaya jajan anak-anak, dan tetek bengek lainnya mas”.

“ Coba pikir mas, paling tidak penghasilan saya dari mencukur rambut sebulannya Cuma dapat 1 juta, dipotong bayar sewa rumah 400 ribu, Buat makan keluarga berjumlah 6 orang itu kira-kira 600 ribu, itupun Cuma ikan asin dan sayur asem aja mas. Belum lagi uang jajan anak-anak saya budget 100 ribu sebulan, ditambah lagi harus beli buku-buku pelajaran, pakaian, dan lain lain mas. Oiya mas, belum lagi buat kondangan ketetangga yang bikin hajat kawinan atau sunatan. coba dipikir mas, harus nombok berapa saya buat itu semua”.

“Sekarang sudah tidak ada bedanya hidup didesa dengan hidup di Jakarta, didesa juga semuanya mahal, malah didesa kita ga ada penghasilan, mau buka usaha cukur rambut didesa paling-paling bayarannya jagung atau ketela. Itulah sebabnya orang-orang desa berbondong-bondong ke Jakarta.” Lanjut situkang cukur. Saya sambil membayangkan atau paling tidak membuat ilustrasi sendiri diotak saya. Sembari berharap agar dalam mencari biaya tombokan situkang cukur ini tidak melakukan usaha yang tidak halal seperti banyak terjadi pada orang-orang yang putus asa akan hidup. Lalu salah siapa jika semakin banyak rakyat yang bernasib seperti ini?? Salah siapa jika perampokkan semakin marak akibat kondisi ekonomi? Salah siapa jika wanita-wanita desa menjual diri untuk kebutuhan hidupnya? Salah siapa jika beberapa persen generasi Indonesia mengidap busung lapar dan kekurangan gizi? Salah siapa jika jutaan pengangguran lahir akibat tak tingginya jenjang sekolah mereka karena biaya pendidikan yang mahal? Dan terakhir, salah siapa jika tukang cukur rambutnya gondrong??

Artikel yang berkaitan



0 komentar:

Posting Komentar