Minggu, 17 April 2011

PESAN PENTING



Penulis : Gie Antara
Duuuaaarrrr! Begitulah bunyinya. Bunyi yang semakin akrab di telinga masyarakat Indonesia sekaligus indah disanubari sang teroris. Biadab! Demi sebuah kegoblokan, sang teroris rela menganiaya diri dan orang lain, sesuatu yang paling dibenci Allah SWT.

Kegoblokan sang teroris itu tergambar pada ayat ini “ Tidaklah sama kejahatan dengan kebaikan, dan tolaklah kejahatan dengan cara yang lebih baik!” ( Surat Fushshilat : 36 )
Disambung dengan hadist ini,
“ Jika ingin berbahagia didunia maka haruslah berilmu, dan jika ingin berbahagia di akhirat maka hendaklah berilmu”.
Apa maknanya? Masih banyak cara yang lebih baik untuk menolak kejahatan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Untuk itulah manusia diberi akal untuk memenuhi kebutuhan keilmuan tentang hidup sekaligus solusinya.

Terorisme adalah sebuah ketidak sabaran dan keputusasaan besar terhadap hidup, yang tak pernah diajarkan oleh Rosululloh SAW sedikitpun, “sesungguhnya ada pada diri Rosululloh suri tauladan yang amat baik bagimu, bagi orang-orang yang mengharap rahmat “ ( Surat Al ahzaab : 21 ). Disinilah Rosululloh memaknai menolak kejahatan dengan cara yang baik melalui diplomasi. Makna dari kisah Rosululloh secara tersirat kta menonton sebuah pencarian jati diri yang panjang dan melelahkan dari pribadi-pribadi pilihan Allah, sebuah proses trial and error yang continue dan simultan. Tidak ada keputusasaan didalamnya, terus mencari formulasi yang pas agar kejahatan itu berhenti bukan karena dibunuh tapi sadar dengan sendirinya karena sebuah diplomasi. Lebih elegan bukan? Itulah ciri Islam sebenarnya.

Hey para orang yang mengaku mencintai Islam ! tinggikan ilmu anda, sebagaimana tingginya Islam itu sendiri. “ Dan janganlah engkau menuruti apa yang tak ada ilmu didalamnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semua akan dipertanyakan”. ( Surat Al Israa : 36 ).

Bangkitkan Islam ini dengan ilmu…

Tapi yang paling ingin saya sampaikan dalam postingan saya ini adalah maraknya fitnah pada setiap kejadian, sesaat setelah bom bunuh diri beraksi maka reaksi berlebihan pun muncul berupa opini-opini yang justru melebihi subtansinya(bom bunuh diri). Dengan yakinnya kita menulis bahwa pelakunya adalah si A, pelakunya adalah si B, ini karena ulah si C, ini pengalihan isu si D dan sebagainya. Semoga kita masih ingat pepatah usang yang juga hadist Nabi “ Fitnah lebih kejam dari pembunuhan “. Ya, jika begitu maka kita lebih goblok dari sang teroris. Bahkan lebih kejam.

Artikel yang berkaitan



0 komentar:

Posting Komentar